TUGAS
BUDIDAYA MAKANAN ALAMI
KELAS
B02
Nama
Kelompok 2 :
IBTIDA’UL
MUNIR 125080500111020
RELEASE
AURORA M. P 125080500111026
ELLYDA
HASAN 125080500111028
HERPRITA
NUR LAILI R. 125080500111029
ROSA
DEA SAPUTRI 125080500111030
BUDIDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2014
1.
Nannochloropsis
sp
Ø Klasifikasi dan Morfologi
Menurut
Rusyani (2012), klasifikasi Nannochloropsis
sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Protista
Super
Divisi : Eukaryotes
Divisi : Chromophyta
Kelas : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Familia : Monodopsidaceae
Genus :
Nannochloropsis
Spesies :
Nannochloropsis sp
Gambar
Nannochloropsis sp.
Fitoplankton
Nannochloropsis sp. ini berukuran 2 –
4 µm, berwarna hijau. Memiliki dinding
sel, mitochondia, kloroplast dan nukleus
yang dilapisi membran. Nannochloropsis
sp. termasuk jenis alga yang dapat
berfotosintesis karena memiliki klorofil-a, karakteristik organisme ini ialah memiliki
dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa. Nannochloropsis sp bersifat
kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35
ppt, salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu
25-30oC merupakan kisaran suhu yang
optimal, kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya
1000 - 10000 lux (Rusyani,2012).
Ø
Ekologi
Nannochloropsis sp
Nannochloropsis
sp. dapat ditemukan
pada air tawar, payau dan laut. Menurut Rusyani (2012), Nannochloropsis sp bersifat
kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35
ppt, salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu
25-30oC merupakan kisaran suhu yang
optimal, kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya
1000 - 10000 lux.
Ø
Reproduksi
Nannochloropsis sp
Perkembanganbiakan
Nannochloropsis sp. terjadi secara aseksual yaitu dengan pembelahan sel atau
pemisahan autospora dari sel induknya.
Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya
peningkatan aktifitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat
pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuknya sel induk muda yang
merupakan tingkat pemasakan akhir, yang disusul dengan pelepasan sel anak (Rusyani,2012).
Ø
Nutrisi
Kandungan
nutrisi dari Nannochloropsis sp. Memiliki
kandungan gizi yang bagus untuk pakan alami dalam budidaya. Menurut Widjaja
(2004), Kandungan zat gizi dalam Nannochloropsis sp. diantaranya adalah vitamin
B12, EPA sebesar 30% dan ω3 HUFA sebesar 42.7%. Menurut Endrawati dan Ita
(2013), Nannochloropsis sp merupakan
salah satu mikroalga yang memiliki kandungan total lipid yang cukup besar
bekisar antara 31- 68% dari berat kering.
Menurut
Darsi,et all (2012) kandungan
karotenoid dari mikroalga Nannochloropsis
sp. mencapai 65% dari bobot biomassa
keringnya. Sedangkan mikroalga Nannochloropsis
sp. merupakan salah satu mikroalga laut yang mengandung lipid cukup tinggi
dengan kisaran 31 - 68 % berat kering.
Widjaja (2004)
Menurut
Yanuhar (2009), Nannochloropsis oculata adalah salah satu alga laut yang
memiliki senyawa bahan aktif yang diduga mampu digunakan sebagai antioksidan.
Ekstrak Nannochloropsis oculata mengandung senyawa aktif yang salah satunya
berupa terpenoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan.
2. Dunaliella sp.
Ø Klasifikasi dan Morfologi
Secara morfologi, Dunaliella sp. merupakan mikroalga yang bersifat uniseluler, mempunyai sepasang flagella yang
sama panjangnya, sebuah kloroplast
berbentuk cangkir, dan tidak memiliki dinding sel (Borowitzka dan Borowitzka 1988). Dunaliella sering juga
disebut sebagai flagellata uniseluler
hijau (green unicellulair flagellata). Bentuk selnya juga tidak stabil
dan beragam, dapat berbentuk lonjong, bulat silindris, ellip, dan lain-lain.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, pertumbuhan, dan intensitas
sinar matahari (Isnansetyo dan
Kurniastuty 1995). Secara
morfologis Dunaliella menyerupai Tetraselmis sp, Dunaliella memiliki kloroplas
yang mengakumulasi sejumlah besar β-carotene. Ukuran selnya bervariasi,
tergantung kondisi pertumbuhan dan intensitas cahaya (Puja et al, 1999). Varian
bentuk fitoplankton ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas,
intesitas cahaya yang diterima dan temperatur ruangan selama kultur (Chen dan
Shetty, 1991).
Klasifikasi Dunaliella (Bougis 1979 diacu
dalam Isnansetyo dan Kurniastuty 1995), sebagai berikut:
Phylum :
Chlorophyta
Kelas :
Chlorophyceae
Ordo :
Volvocales
Famili :
Polyblepharidaceae
Genus :
Dunaliella
Spesies :
Dunaliella salina
Gambar Dunaliella sp.
Ø Habitat
Dunaliella memiliki kisaran
toleransi pH yang luas mulai dari pH 1 (Dunaliella
acidophila) sampai pH 11 (Dunaliella
salina). Demikian halnya juga dengan
suhu, mulai dari 35 ºC sampai 40 ºC (Borowitzka dan Borowitzka 1988). Spesies Dunaliella sp. dapat tumbuh optimal pada
pH 6-6,5 dan kisaran suhu antara 22-25 ºC dengan salinitas air 30-35 ‰ (Redjeki
dan Ismail 1993 diacu dalam Tjahjo et al. 2002). Dunaliella termasuk kelompok
Chlorophyceae (alga hijau) yang mengandung klorofil a dan b serta karotenoid
yang umumnya berupa β-karoten (Borowitzka dan Borowitzka 1988).
Menurut
Susanto, Siska dan Nur (2005), secara umum Dunaliella mampu tumbuh pada
berbagai tingkat kadar garam, dengan kisaran salinitas 30 – 100 ppt bahkan 140
ppt, meski jumlah sel yang dicapai pada setiap kadar garam berbeda, kadar garam
nampaknya bukan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup Dunaliella. Osmoregulasi
yang terjadi pada Dunaliella sp.
berdasarkan pada kemampuan sel untuk mensintesa secara terus menerus dan
menurunkan kadar gliserol dalam merespon berbagai kondisi salinitas lingkungan
(Ben-Amotz, 1975). Mutu air yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan Dunaliella
sp yaitu suhu 22o – 26o C, salinitas 30 – 38‰,
pH 6 – 6,5 (Redjeki dan Ismail, 1993).
Ø
Reproduksi
Reproduksi dilakukan
secara vegetatif dan generatif. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan
pembelahan secara memanjang. Saat proses pembelahan inti, maka pirenoid akan
melebar melintang dan menyebabkan dua flagella saling berjauhan. Pada pirenoid
dan kloroplas akan terbentuk suatu lekukan yang kemudian akan membelah dan
menjadi individu-individu baru, masing-masing dengan satu flagella dan satu sel
anak yang belum mempunyai stigma. Stigma yang terbentuk ini merupakan hasil
proses metamorfosis dari kromatofora (Tjahjo,
et al., 2002).
Reproduksi seksual terjadi
dengan cara melakukan isogami melalui konjugasi. Zigot berwarna merah atau hijau
dikelilingi oleh dinding sporollenin yang halus dan sangat tipis. Nukleus zigot
akan membelah secara meiosis. Pembelahan ini terjadi setelah tahap istrahat dan
terbentuk lebih dari 32 sel yang dibebaskan melalui retakan atau celah pada
dinding sel induk (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Ø Nilai Nutrisi
Genus Dunaliella banyak
dimanfaatkan sebagai pakan yang menyehatkan
seperti halnya dengan Chlorella karena kandungan proteinnya yang tinggi.
Komposisi kimia Dunaliella dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia Dunaliella
Senyawa Kimia
|
Kadar (%)
|
Protein
|
47,43
|
Karbohidrat
|
35,11
|
Lemak
|
9,06
|
Abu
|
18,12
|
Thn 2000, hasil analisis dalam % bk (Sumber: Tjahjo et al. 2002)
Hasil
kadar proksimat yang diperoleh untuk sampel D. salina ialah kadar abu
sebesar 58,29%, kadar air 15,58%, kadar protein 17,08%, kadar lemak 0,003% dan
kadar karbohidrat total 15,07%, sedangkan total karoten 0,19 ppm, Asam amino
esensial (histidin, threonin, arginin, metionin, fenilalanin, valin, isoleusin,
leusin, dan lisin) dan asam amino non-essensial terdiri dari (asam
aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin ).
Spesies dari genus
Dunaliella ini cukup banyak dan telah dimanfaatkan diantaranya Dunaliella viridis, D. primolecta, D. salina, D. acidophila, D. bardawil, D. parva, dan Dunaliella sp.
Pemanfaatan Dunaliella cukup beragam mulai dari sebagai makanan kesehatan
seperti yang telah dipasarkan di
negara-negara maju, Dunaliella salina juga sebagai jasad pakan yang cukup baik dan mendapat perhatian besar di beberapa
negara seperti Australia, Amerika, dan
Israel karena menghasilkan gliserol dan β-karoten (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Selain itu, Chang et al.
(1993) menyebutkan bahwa Dunaliella primolecta, Dunaliella
tertiolecta, Dunaliella sp. berpotensi sebagai antibakteri.
D. salina yang dipanen tanpa pelarut
berbahaya atau bahan kimia dan karotenoid (pigmen anti oksidan yang sangat
berharga yang bertanggung jawab atas warna merah) kemudian diekstraksi untuk
digunakan dalam obat-obatan, kosmetik, suplemen gizi, pakan budidaya dan
pewarna makanan. D. salina memiliki
beberapa aplikasi dalam budidaya, sebagai satu-satunya sumber makanan bagi
filter feeder, makanan aditif bagi banyak ikan dan spesies Crustacea, serta
pengganti mikro-ganggang hijau tradisional dalam sistem 'air hijau'.
Ø Sifat
ekologi
Dunailella
salina bersifat halopilik, yaitu menyukai kondisi lingkungan yang mempunyai
salinitas tinggi. Alga ini merupakan organisme eukariotik yang paling tahan
terhadap kisaran salinitas yang lebar. Toleransi terhadap kadar garam sangat
menakjubkan, karena dapat tumbuh baik pada kadar garam air laut normal akan
tetapi masih dapat bertahan hingga pada kondisi NaCI jenuh, sekitar 31 persen.
Salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini berkisar antara 18-22% NaCI. akan
tetapi agar produksi karotenoid optimal membutuhkan media yang bersalinitas
lebih besar dari 27 persen NaCI.
Phytoplankton ini juga bersifat
eurythermal, yaitu toleran terhadap kisaran suhu yang lebar. Ketahanan terhadap
suhu sangat menakjubkan, karena dapat bertahan pada suhu rendah hingga di bawah
titik beku dan baru bersifat mematikan apabila suhu di atas 400C,. suhu optimal
untuk pertumbuhan phytoplankton ini berkisar antara 200 – 400C, tergantung
strainnya. Plankton ini akan tumbuh optimal pada pH 9, tetapi masih dapat
bertahan hidup pada perairan yang mempunyai pH 11.
3.
Isochrysis
galbana
Ø
Klasifikasi
dan Morfologi
Menurut
Parke (1971) dalam Natasya (2008), taksonomi
Isochrysis galbana adalah sebagai berikut:
Divisi : Haptophyta
Kelas :
Prymnesiophyceae
Bangsa : Isochrysidales
Suku :
Isochrysidaceae
Marga : Isochrysis
Jenis :
Isochrysis galbana
Isochrysis sp. berbentuk unisel, bersifat motil,
memiliki panjang 5-6 µm dan lebar 2-4 µm dengan bentuk yang elips. Organisme
ini memiliki 2 flagela dengan panjang yang sama atau lebih panjang yaitu
sekitar 7 µm yang disebut haptonema. Flagela digunakan sebagai alat gerak
sehingga spesies ini dapat berenang walaupun lambat. Kloroplasnya berbentuk
mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian selnya, sedangkan ruangan sisanya
terlihat kosong
Ø
Ekologi
Pertumbuhan Isochrysis galbana sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkunga seperti suhu, salinitas, cahaya, pH, aerasi dan nutrisi. Ekologi
dari spesies Isochrysis galbana ini
merupakan spesies yang dapat hidup dengan baik diperairan laut dengan kandungan
salinitas sebesar 10-30 ppt dan dapat hidup pada suhu 3-320 C, akan
tetapi untuk dapat tumbuh pada media kultur diperlukan suhu 18-200
C. Isochrysis galbana membutuhkan
intensitas cahaya 300-10000 lux dan pH 6,5-8,5.
Ø
Reproduksi
Menurut Rusyani (2001),
reproduksi dari spesies Isochrysis galbana
dilakukan melalui pembelahan sederhana yakni pembelahan sel melalui zoospora
(statospore), dimana sel induk membelah diri menjadi dua sel anak betina.
Ø
Kandungan
Nutrisi
Kelas
Prymnesiophyceae mempunyai pigmen α karoten, β karoten, fluxochanthin,
diatoxanthin, dan diadinoxanthin sehingga fitoplankton berwarna kekuningan.
Kandungan proksimat Isochrysis galbana terdiri
dari kandungan protein 46,69 %; karbohidrat 24,15 % dan lemak 17,07 % serta
kaya dengan DHA. Kandungan asam lemak (fatty
acid) dari Isochrysis sp. berkisar
antara 14 % hingga 26 % (Natassya, 2008). Menurut Liu dan Lin (2001), dengan
kandungan asam lemak yang tinggi maka tingkat produksi PUFA dan DHA pada
mikroalga juga sangat tinggi. Dimana PUFA dan DHA bermanfaat untuk pertumbuhan
ikan.
4.
Scenedesmus dimorphus
Ø
Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi
Scenedesmus dimorphus menurut Bold and Wyne (1985) sebagai berikut:
Divisi :
Chlorophyta
Kelas :
Chlorophyceae
Ordo :
Chlorophyccales
Famili :
Scenedesmaceae
Genus :
Scenedesmus
Spesies : Scenedesmus dimorphus
Scenedesmus
dimorphus merupakan
jenis alga hijau berkoloni. Setiap koloni disebut Coenobium dengan jumlah sel
selalu berkelipatan dua, biasanya 2, 4 atau 8, kadang 16 atau 32. Sel berbentuk
silinder yang meruncing di setiap ujungnya dengan sel terluar berbentuk bulan
sabit. Sel mempunyai panjang antara 12 µm sampi 25 µm dan lebar antara 3 µm
sampai 9µm. Sel muda Scenedesmus sp.. mempunyai kloroplas yang memanjang
dan berisi satu oirenoid. Kloroplas pada sel yang sudah tua biasanya mengisi
seluruh rongga sel. Setiap sel dalam coenobium mempunyai sebuah inti.
Struktur
dinding sel Scenedesmus sp.. tersusun atas lapisan pektin dan selulosa.
Struktur selulosa pada dinding sel Scenedesmus sp.. berpotensi cukup
besar untuk dijadikan sebagai penangkap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi
dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH pada selulosa menyebabkan terjadinya
sifat polar pada adsorben tersebut, dengan demikian selulosa lebih kuat
menangkap zat yang bersifat polar.
Scenedesmus sp.. tersebar luas di perairan tawar
dan payau, khususnya pada kondisi yang kaya nutrient.
Ø Reproduksi
dan Pertumbuhan Scenedesmus dimorphus
Bold dan Wyne
(1985) menyatakan bahwa Scenedesmus sp.. berkembang biaksecara aseksual
dengan autokoloni (membelah diri). Pembelahan sel terjadi dua kali. Pembelahan
pertama berlangsung secara melintang sedangkan pembelahan kedua terjadi secara
membujur. Pembelahan akan dilakukan sampay terbentuk empat sel anakan.
Pelepasan autokoloni dilakukan dengan cara memecah dinding sel induk, tiap
koloni yang dihasilkan mempunyai kemampuan untuk memproduksi autokoloni.
Reproduksi
seksual Scenedesmus sp.. terjadi melalui isogami. Koloni Scenedesmus
sp.. akan menghasilkan sel gamet biflagel. Sel gamet tersebur akan melebur dan
membentuk zigot, kemudian zigot akan membesar dan membelah menjadi 40 sel atau
lebih. Sel gamer yang tidak dapat melebur dengan sel gamet lainnya akan mati
dan mengalami lisis.
Pertumbuhan Scenedesmus sp.
Scenedesmus sp. merupakan alga hijau yang
memiliki karakteristik pertumbuhan secara umum sama dengan alga yang lain.
Pertumbuhan Scenedesmus sp.. dalam kultur dapat ditandai dengan
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat
ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga
dalam kultur. Ada empat fase dalam pertumbuhan yaitu:
1.
Fase
istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum ke
dalam media kultur, populasi tidak menagalami perubahan. Ukuran sel pada umumnya
meningkat. Secara fisiologis mikroalga sangat aktif dan terjadi proses sintesis
protein baru. Organisme mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan
sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2.
Fase
logaritmik
Fase ini diawali oleh pembelahan sel
dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju
perutmbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3.
Fase
stationer
Pada fase ini, pertumbuhan mulai
mengalami penurunan dibandibgkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju
reproduksi sama dengan laju kematian, dengan demikian penambahan dan
pengurangan jumlah sel relative sama atau seimbang sehinga kepadatan sel tetap.
4.
Fase
kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju
reproduksi. Jumlah sel menurun secara logaritmik. Penurunan kepadatan sel
ditandai dnegan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperature,
cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang
lain.
Ø
Ekologi Scenedesmus dimorphus
1.
Cahaya
Cahaya mempunyai peranan
penting dalam proses fotosintesis. Di alam dumber cahaya berasal dari matahari
yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme autotrof menjadi energi kimia
oleh aktivitas klorofil. Intensitas cahaya mempunyai korelasi yang sangat kuat
dengan proses fotosintesis, tetapi tidak selamanya penambahan intensitas cahaya
diikuti oleh peningkatan proses fotosintesis. Intensitas cahaya yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux
cocok untuk kultur Scenedesmus sp. dalam Erlenmeyer, sedangkan
intensitas 5.000 – 10.000 lux untuk volume yang lebih besar. Kisaran intensitas
cahaya untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. adalah 500 – 10.000 lux.
2.
Fotoperiodisasi.
Fotoperiodisasi juga
berperan dalam pertumbuhan alga. Hal ini terkait dengan lamanya penyinaran,
semakin lama waktu penyinaran maka semakin banyak cahaya yang dapat
dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Selain itu, fotoperiodisasi juga
berpengaruh terhadap penyerapan nutrient. Penyerapan saat fase terang 10-15
kali lebih besar daripada fase gelap. Fotoperiodisasi yang digunakan dalam
penelitian Scenedesmus sp.. berbeda-beda. Ada yang melakukan penelitian
mengenai morfologi Scenedesmus subspicatus pada medium Bristol
dnegan fotoperiodisasi 16 jam terang dan 8 jam gelap, dan ada pula yang
menggunakan fotoperiodisasi 15 jam terang dan 9 jam gelap untuk penelitian
inokulum Scenedesmus sp. yang ditumbuhkan pada medium Beneck.
3.
Karbondioksida
Karbondioksida merupakan
faktor pembatas bagi pertumbuhan sel. Keberadaannya di dalam media kultur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis karena sumber
karbon (C) dalam proses fotosintesi diperoleh dari karbondioksia. Penurunan
konsentrasi karbondioksida pada media akan menyebabkan penurunan laju
fotosintesis yang mempengaruhi pertumbuhan sel. Hal ini dapat diatasi dengan
mempertahankan konsentrasi karbondioksida terlarut dalam pengocokan media
kultur.
4.
Nutrient
Scenedesmus sp.. membutuhkan unsur-unsur yang
diperlukan dalam jumlah cukup besar (elemen makro) yaitu C, H, O, N, P, K, S,
Ca, Fe dan Mg, sedangkan unsur-unsur Mn, Bo, Zn, Cu dan Co dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit (elemen mikro)
5.
Suhu
Pertumbuhan optimal Scenedesmus
sp.. dilakukan pada suhu 31oC sampai 32 oC dengan suhu
maksimum 34-36 oC.
6.
Derajat
keasaman (pH)
pH yang baik untuk kultur Scenedesmus
sp. adalah 7 -8,5.
Ø
Kandungan Nutrisi Scenedesmus
dimorphus
Berikut adalah
perbandingan kadar nutrisi Scenedesmus sp.. yang dikultur pada air tawar
dan air payau
Ø
Manfaat
Scenedesmus dimorphus
Scenedesmus sp. berperan sebagai produsen dalam
ekosistem. Berbagai jenis alga yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya
bersel satu dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun pitoplankton. Sebagian
fitolankton adalah alga hijau, pigmen klorofil yang dimilikinya aktif melakukan
fotosintesis sehingga alga hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem
perairan. Peranan Scenedesmus sp.. bagi kehidupan manusia antara lain,
digunakan dalam penyelidikan metabolisme di laboratorium. Juga dimanfaatkan
sebagai bahan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan bahan makanan. Scenedesmus
sp. mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: Produsen
primer (penyedia oksigen), Sebagai alternatif bahan pangan bagi astronot,
terutama spesies chlorella (karena kandungan chlorelinnya banyak mengandung
vitamin E), Sumber pakan alami bagi ikan dan organism air lain (terutama
benih), Beberapa diantaranya dibudidayakan sebagai sumber pakan dip anti
pembenihan ikan, contoh: chlorella, dunaliella, tetraselmis, dan scenedesmus. Jenis
tertentu dimanfatkan sebagai suplemen makanan bagi manusia dan sebagai pengawet
makanan, Twtraselmis dan chlorella dikenal sebagai probiotik.
5. Volvox sp
Ø Klasifikasi
volvox sp
Menurut
Imam (1967), Klasifikasi volvox sp
adalah:
Divisio : Chlorophyta
Kelas :
Chlorophyceae
Ordo :
Volvocales
Familia : Volvocaceae
Genus :
Volvox
Spesies : Volvox sp.
(Google images, 2014)
Ø Morfologi
(karakteristik)
Menurut
Isaka, et al (2012), Spesies Volvox (Volvocaceae, Chlorophyta) unik karena mereka
memiliki jembatan sitoplasma yang tebal antara sel-sel somatik dan zigot dinding berduri.
Volvox berbentuk koloni bulat seperti bola,
dalam koloninya terdapat sel-sel yang menebal yang berfungsi sebagai alat
reproduksi. Volvox yang satu dengan
volvox yang lain dihubungkan oleh benang sitoplasma dan memiliki 2 flagel
(Indah, 2009).
Ø Ekologi
Volvox
hidup di air tawar misalnya di sawah atau di kolam. Volvox tumbuh baik di badan
air eutrofik yang menyediakan segala nutrisi bagi pertumbuhannya. Biasanya akan
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 20-300C serta dapat berkembang
pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8.
Ø Reproduksi
Menurut Solari, et al (2008), species Volvox, sel reproduksi tidak mengalami
pembelahan biner, melainkan, setiap sel reproduksi tumbuh sekitar 2 kali lipat
dalam ukuran dan kemudian mengalami proses cepat (dalam dinding sel induk).
Sebaliknya, spesies volvox yang lain (mis.,Volvox
aureus, Volvox rousseletii)
palintomy akan hilang; reproduksi sel mulai sebagai sel flagellated kecil, dan
selama perkembangan embrio, sel-sel tumbuh di antara pembelahan sel (pembelahan
biner).
Koloni Volvox yang mengandung anak
koloni brereproduksi seksual dengan konjugasi sel-sel gamet, dan Reproduksi
secara seksual terjadi melalui oogami. Berikut ini proses reproduksi Volvox:
Sel-sel tertentu seperti yang membentuk koloni membesar dan berkembang menjadi
sel telur. Sperma dihasilkan oleh koloni yang sama atau koloni lain.
Selanjutnya sel-sel sperma berenang menuju sel telur dan membuahinya membentuk
zigot. Untuk sementara waktu zigot mengalami masa istirahat. Zigot yang
bersifat dorman ini memiliki dinding yang tebal dengan ujung tonjolan-tonjolan
seperti duri, yang aktif kembali kemudian mengalami meiosis menghasilkan
zoospore yang bersifat haploid.
Ø Nilai nutrisi
Volvox
sp mempunyai kandungan
cloromatakor, Clorofil A dan B yang mana berfungsi sebagai cadangan makanan
utama : karbonat, selain sebagai pakan alami volvox juga berperan Sebagai
sumber vitamin dan imunospinullant senyawa yang sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh ikan, volvox juga merupakan spesies yang sangat
berperan sebagai indicator di perairan asam. Jenis Volvox yang digunakan
sebagai pakan alami yang penting lagi contohnya adalah volvox Aurens dan Volvox
Globotol (Basyori, 2012).
Daftar Pustaka
Arif, Desilina. 2014.
Diktat Teknologi Pakan Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Waiheru :
Ambon
Cahayaningsih, S. dan Slamet Subyakto.
2009. Kultur masal Scenedesmus sp. sebagai Upaya Penyedia Pakan Rotifera
dalam Bentuk Alami maupun Konsentrat. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
1 (2): 143-147
Darsi, Radyanti; A.
Supriadi; A. D. Sasanti. 2012. Karakteristik
Kimiawi dan Potensi Pemanfaatan Dunaliella
salina dan Nannochloropsis sp. Fishtech. 1(1): 14-25
Endrawati, hadi dan
Ita Riniatsih. 2013. Kadar Total Lipid Mikroalga Nannochloropsis oculata yang
dikultur dengan suhu yang berbeda. Jurnal Buletin Oseanografi
Marina.fpik.undip
Fauziah. 2011. Efektivitas
Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) dan Kadmium (Cd)oleh Scenedesmus dimorphus.
Skripsi. Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
Imam Prasetyo, Triastono. 1967. Beberapa Genus Alga Air Tawar
Sistematika dan Deskripsi (Menurut Gilbert M. Smith). Malang: FMIPA
IKIP MALANG.
Indah, Najmi. 2009. Taksonomi Tumbuhan
Tingkat Rendah. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan
PGRI Jember FP MIPA Jurusan Biologi Institut
Pertanian Bogor: Bogor
Isaka,
Nanako; Hiroko Kawai-Toyooka dan Ryo Matsuzaki. 2012. Description Of Two New
Monoecious Spesies Of Volvox Sect. Volvox (Volvocaceae, Chlorophyceae), Based
On Comparative Morphology and Moleculer
Phylogeny Of Cultured Material. J.
Phycol. 48, 759–767
Liu, Ching-Piao dan Liang-Ping Lin.
2001. Ultrastructural Study And Lipid
FormationOf Isochrysis sp. CCMP1324. Botanical Bulletin of Academia Sinica,
Vol. 42 : 207 – 214.
Nattasya, G. Yuliani. 2009. Skripsi.
Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor: Bogor
Rusyani, Emy. 2001. Skripsi. Pengaruh
Dosis Zeolit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Isochrysis galbana klon Tahiti Skala Laboratorium Dalam Media
Komersial. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor
Rusyani, emy. 2012. Manfaat
Nannochloropsis sp. Unila . Lampung.
Solari,
Cristian A. ; Richard E. Michod and Raymond E. Goldstein. 2008. Volvox Barberi,
The Fastest Swimmer Of The Volvocales (Chlorophyceae). J. Phycol. 44, 1395–1398
S, Astrid Tjokorde;
B. S. Rahardja; E. D. Masithah. 2013. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Lemna
minor Terhadap Populasi Dunaliella
salina. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(1): 62-66
Widyaya,fifi.2004. Pendayagunaan
Rotifera yang Diberi Pakan Alami Berbagai Jenis Mikroalgae. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
Dan Perikanan Indonesia. 11 (1): 23-27
Yanuhar,uun.2009. Pengaruh
Pemberian Bahan Aktif Ekstrak Nannochloropsis Oculata Terhadap Kadar Radikal
Bebas Pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis) Yang Terinfeksi Bakteri
Vibrio alginolyticus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
FPIK.UB.Malang
Yudha, A. Parna.
2008. Senyawa Antibakteri Dari
Mikroalga Dunaliella Sp.
Pada Umur Panen Yang Berbeda. Skripsi. FPIK. IPB : Bogor