Jumat, 12 Desember 2014



Jum,at, 12 Desember 2014
selamat ulang tahun abang ahza yang ke-5, semoga abang ahza menjadi anak sholeh dan pintar yang nantinya bisa menjadi kebahagiaan mama dan papa abang ahza. amiiiinnn.......


selamat buat kakak saya ketiga Hidayatul Masruroh, S.Pi yang telah menyelesaikan studi S1 Psikolog di Universitas Airlangga Surabaya, Semoga ilmu yang didapat bermanfaat dan dipermudah untuk ke depannya. Amiiin.

Senin, 10 November 2014

fitoplankton nondiatom




TUGAS BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

KELAS B02
Nama Kelompok 2 :
IBTIDA’UL MUNIR                   125080500111020
RELEASE AURORA M. P      125080500111026
ELLYDA HASAN                      125080500111028
HERPRITA NUR LAILI R.      125080500111029
ROSA DEA SAPUTRI             125080500111030


Description: F:\prezii\download.jpg


BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
1.    Nannochloropsis sp
Ø  Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Rusyani (2012), klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom          :   Protista
Super Divisi     :    Eukaryotes
Divisi               :   Chromophyta
Kelas               :   Eustigmatophyceae
Ordo                :   Eustigmatales
Familia                        :   Monodopsidaceae
Genus             :   Nannochloropsis
Spesies           :   Nannochloropsis sp
       
                       









Gambar Nannochloropsis sp.

Fitoplankton Nannochloropsis sp. ini berukuran 2 – 4 µm,  berwarna hijau. Memiliki dinding sel, mitochondia, kloroplast dan nukleus  yang dilapisi membran. Nannochloropsis sp. termasuk jenis alga yang  dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil-a, karakteristik organisme ini ialah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa. Nannochloropsis sp  bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35  ppt, salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu 25-30oC  merupakan kisaran suhu yang optimal, kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya  1000 - 10000 lux (Rusyani,2012).

Ø  Ekologi Nannochloropsis sp
            Nannochloropsis sp. dapat ditemukan pada air tawar, payau dan laut. Menurut Rusyani (2012), Nannochloropsis sp  bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35  ppt, salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu 25-30oC  merupakan kisaran suhu yang optimal, kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya  1000 - 10000 lux.

Ø  Reproduksi Nannochloropsis sp
Perkembanganbiakan Nannochloropsis sp. terjadi secara aseksual yaitu dengan pembelahan sel atau pemisahan autospora dari sel induknya.  Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar.  Periode selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aktifitas sintesa sebagai bagian dari persiapan  pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal.  Tahap  selanjutnya terbentuknya sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang disusul dengan pelepasan sel anak (Rusyani,2012).

Ø  Nutrisi
Kandungan nutrisi dari Nannochloropsis sp. Memiliki kandungan gizi yang bagus untuk pakan alami dalam budidaya. Menurut Widjaja (2004), Kandungan zat gizi dalam Nannochloropsis sp. diantaranya adalah vitamin B12, EPA sebesar 30% dan ω3 HUFA sebesar 42.7%. Menurut Endrawati dan Ita (2013), Nannochloropsis sp merupakan salah satu mikroalga yang memiliki kandungan total lipid yang cukup besar bekisar antara 31- 68% dari berat kering.
Menurut Darsi,et all (2012) kandungan karotenoid dari mikroalga Nannochloropsis sp.  mencapai 65% dari bobot biomassa keringnya. Sedangkan mikroalga Nannochloropsis sp. merupakan salah satu mikroalga laut yang mengandung lipid cukup tinggi dengan kisaran 31 - 68 % berat kering.

Widjaja (2004)

Menurut Yanuhar (2009), Nannochloropsis oculata adalah salah satu alga laut yang memiliki senyawa bahan aktif yang diduga mampu digunakan sebagai antioksidan. Ekstrak Nannochloropsis oculata mengandung senyawa aktif yang salah satunya berupa terpenoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan.

2. Dunaliella sp.
Ø  Klasifikasi dan Morfologi
Secara morfologi, Dunaliella sp. merupakan mikroalga yang bersifat  uniseluler, mempunyai sepasang flagella yang sama panjangnya, sebuah  kloroplast berbentuk cangkir, dan tidak memiliki dinding sel (Borowitzka dan  Borowitzka 1988). Dunaliella sering juga disebut sebagai flagellata uniseluler  hijau (green unicellulair flagellata). Bentuk selnya juga tidak stabil dan beragam, dapat berbentuk lonjong, bulat silindris, ellip, dan lain-lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, pertumbuhan, dan intensitas sinar matahari (Isnansetyo  dan Kurniastuty 1995).  Secara morfologis Dunaliella menyerupai Tetraselmis sp, Dunaliella memiliki kloroplas yang mengakumulasi sejumlah besar β-carotene. Ukuran selnya bervariasi, tergantung kondisi pertumbuhan dan intensitas cahaya (Puja et al, 1999). Varian bentuk fitoplankton ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas, intesitas cahaya yang diterima dan temperatur ruangan selama kultur (Chen dan Shetty, 1991).
Klasifikasi Dunaliella (Bougis 1979 diacu dalam Isnansetyo dan Kurniastuty 1995), sebagai berikut:
Phylum            : Chlorophyta
Kelas               : Chlorophyceae
Ordo                : Volvocales
Famili               : Polyblepharidaceae
Genus              : Dunaliella
Spesies            : Dunaliella salina


Description: C:\Users\toshiba\Documents\Dunaliella_02_300x333_safl.umn.edu.jpg
 







Gambar Dunaliella sp.
Ø  Habitat
Dunaliella memiliki kisaran toleransi pH yang luas mulai dari pH 1 (Dunaliella acidophila) sampai pH 11 (Dunaliella salina). Demikian halnya  juga dengan suhu, mulai dari 35 ºC sampai 40 ºC (Borowitzka dan Borowitzka 1988). Spesies Dunaliella sp. dapat tumbuh optimal pada pH 6-6,5 dan kisaran suhu antara 22-25 ºC dengan salinitas air 30-35 ‰ (Redjeki dan Ismail 1993 diacu dalam Tjahjo et al. 2002). Dunaliella termasuk kelompok Chlorophyceae (alga hijau) yang mengandung klorofil a dan b serta karotenoid yang umumnya berupa β-karoten (Borowitzka dan Borowitzka 1988).
            Menurut Susanto, Siska dan Nur (2005), secara umum Dunaliella mampu tumbuh pada berbagai tingkat kadar garam, dengan kisaran salinitas 30 – 100 ppt bahkan 140 ppt, meski jumlah sel yang dicapai pada setiap kadar garam berbeda, kadar garam nampaknya bukan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup Dunaliella. Osmoregulasi yang terjadi pada Dunaliella sp. berdasarkan pada kemampuan sel untuk mensintesa secara terus menerus dan menurunkan kadar gliserol dalam merespon berbagai kondisi salinitas lingkungan (Ben-Amotz, 1975). Mutu air yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan Dunaliella sp yaitu suhu 22o – 26o C, salinitas 30 – 38, pH 6 – 6,5 (Redjeki dan Ismail, 1993).

Ø  Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan generatif. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembelahan secara memanjang. Saat proses pembelahan inti, maka pirenoid akan melebar melintang dan menyebabkan dua flagella saling berjauhan. Pada pirenoid dan kloroplas akan terbentuk suatu lekukan yang kemudian akan membelah dan menjadi individu-individu baru, masing-masing dengan satu flagella dan satu sel anak yang belum mempunyai stigma. Stigma yang terbentuk ini merupakan hasil proses metamorfosis dari kromatofora (Tjahjo, et al., 2002).
Reproduksi seksual terjadi dengan cara melakukan isogami melalui konjugasi. Zigot berwarna merah atau hijau dikelilingi oleh dinding sporollenin yang halus dan sangat tipis. Nukleus zigot akan membelah secara meiosis. Pembelahan ini terjadi setelah tahap istrahat dan terbentuk lebih dari 32 sel yang dibebaskan melalui retakan atau celah pada dinding sel induk (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Ø  Nilai Nutrisi
Genus Dunaliella banyak dimanfaatkan sebagai pakan yang menyehatkan  seperti halnya dengan Chlorella karena kandungan proteinnya yang tinggi. Komposisi kimia Dunaliella dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia Dunaliella  
Senyawa Kimia
Kadar (%)
Protein
47,43
Karbohidrat
35,11
Lemak
9,06
Abu
18,12
Thn 2000, hasil analisis dalam % bk  (Sumber: Tjahjo et al. 2002)
            Hasil kadar proksimat yang diperoleh untuk sampel D. salina ialah kadar abu sebesar 58,29%, kadar air 15,58%, kadar protein 17,08%, kadar lemak 0,003% dan kadar karbohidrat total 15,07%, sedangkan total karoten 0,19 ppm, Asam amino esensial (histidin, threonin, arginin, metionin, fenilalanin, valin, isoleusin, leusin, dan lisin) dan asam amino non-essensial terdiri dari (asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin ).
Spesies dari genus Dunaliella ini cukup banyak dan telah dimanfaatkan  diantaranya Dunaliella viridis, D. primolecta, D. salina, D. acidophila,  D. bardawil, D. parva, dan Dunaliella sp. Pemanfaatan Dunaliella cukup beragam mulai dari sebagai makanan kesehatan seperti yang telah dipasarkan  di negara-negara maju, Dunaliella salina juga sebagai jasad pakan yang cukup  baik dan mendapat perhatian besar di beberapa negara seperti Australia, Amerika,  dan Israel karena menghasilkan gliserol dan β-karoten (Isnansetyo dan  Kurniastuty 1995). Selain itu, Chang et al. (1993) menyebutkan bahwa  Dunaliella primolecta, Dunaliella tertiolecta, Dunaliella sp. berpotensi sebagai  antibakteri.
D. salina yang dipanen tanpa pelarut berbahaya atau bahan kimia dan karotenoid (pigmen anti oksidan yang sangat berharga yang bertanggung jawab atas warna merah) kemudian diekstraksi untuk digunakan dalam obat-obatan, kosmetik, suplemen gizi, pakan budidaya dan pewarna makanan. D. salina memiliki beberapa aplikasi dalam budidaya, sebagai satu-satunya sumber makanan bagi filter feeder, makanan aditif bagi banyak ikan dan spesies Crustacea, serta pengganti mikro-ganggang hijau tradisional dalam sistem 'air hijau'.

Ø  Sifat ekologi
Dunailella salina bersifat halopilik, yaitu menyukai kondisi lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Alga ini merupakan organisme eukariotik yang paling tahan terhadap kisaran salinitas yang lebar. Toleransi terhadap kadar garam sangat menakjubkan, karena dapat tumbuh baik pada kadar garam air laut normal akan tetapi masih dapat bertahan hingga pada kondisi NaCI jenuh, sekitar 31 persen. Salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini berkisar antara 18-22% NaCI. akan tetapi agar produksi karotenoid optimal membutuhkan media yang bersalinitas lebih besar dari 27 persen NaCI.
            Phytoplankton ini juga bersifat eurythermal, yaitu toleran terhadap kisaran suhu yang lebar. Ketahanan terhadap suhu sangat menakjubkan, karena dapat bertahan pada suhu rendah hingga di bawah titik beku dan baru bersifat mematikan apabila suhu di atas 400C,. suhu optimal untuk pertumbuhan phytoplankton ini berkisar antara 200 – 400C, tergantung strainnya. Plankton ini akan tumbuh optimal pada pH 9, tetapi masih dapat bertahan hidup pada perairan yang mempunyai pH 11.

3.      Isochrysis galbana
Ø  Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Parke (1971) dalam Natasya (2008), taksonomi Isochrysis galbana adalah sebagai berikut:
Divisi               : Haptophyta
Kelas               : Prymnesiophyceae
Bangsa            : Isochrysidales
Suku                : Isochrysidaceae
Marga              : Isochrysis
Jenis                : Isochrysis galbana
Isochrysis sp. berbentuk unisel, bersifat motil, memiliki panjang 5-6 µm dan lebar 2-4 µm dengan bentuk yang elips. Organisme ini memiliki 2 flagela dengan panjang yang sama atau lebih panjang yaitu sekitar 7 µm yang disebut haptonema. Flagela digunakan sebagai alat gerak sehingga spesies ini dapat berenang walaupun lambat. Kloroplasnya berbentuk mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian selnya, sedangkan ruangan sisanya terlihat kosong







Description: Isochrysis galbana.jpg

 







Ø  Ekologi
Pertumbuhan Isochrysis galbana sangat dipengaruhi oleh faktor lingkunga seperti suhu, salinitas, cahaya, pH, aerasi dan nutrisi. Ekologi dari spesies Isochrysis galbana ini merupakan spesies yang dapat hidup dengan baik diperairan laut dengan kandungan salinitas sebesar 10-30 ppt dan dapat hidup pada suhu 3-320 C, akan tetapi untuk dapat tumbuh pada media kultur diperlukan suhu 18-200 C. Isochrysis galbana membutuhkan intensitas cahaya 300-10000 lux dan pH 6,5-8,5.
Ø  Reproduksi
Menurut Rusyani (2001), reproduksi dari spesies Isochrysis galbana dilakukan melalui pembelahan sederhana yakni pembelahan sel melalui zoospora (statospore), dimana sel induk membelah diri menjadi dua sel anak betina.   


 






Ø  Kandungan Nutrisi
Kelas Prymnesiophyceae mempunyai pigmen α karoten, β karoten, fluxochanthin, diatoxanthin, dan diadinoxanthin sehingga fitoplankton berwarna kekuningan. Kandungan proksimat Isochrysis galbana terdiri dari kandungan protein 46,69 %; karbohidrat 24,15 % dan lemak 17,07 % serta kaya dengan DHA. Kandungan asam lemak (fatty acid) dari Isochrysis sp. berkisar antara 14 % hingga 26 % (Natassya, 2008). Menurut Liu dan Lin (2001), dengan kandungan asam lemak yang tinggi maka tingkat produksi PUFA dan DHA pada mikroalga juga sangat tinggi. Dimana PUFA dan DHA bermanfaat untuk pertumbuhan ikan.

4. Scenedesmus dimorphus
Ø Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi Scenedesmus dimorphus menurut Bold and Wyne (1985) sebagai berikut:
Divisi         : Chlorophyta
Kelas         : Chlorophyceae
Ordo          : Chlorophyccales
Famili        : Scenedesmaceae
Genus       : Scenedesmus
Spesies     : Scenedesmus dimorphus


Description: http://www.shigen.nig.ac.jp/algae/images/strainsimage/nies-0093.jpg
 












Scenedesmus dimorphus merupakan jenis alga hijau berkoloni. Setiap koloni disebut Coenobium dengan jumlah sel selalu berkelipatan dua, biasanya 2, 4 atau 8, kadang 16 atau 32. Sel berbentuk silinder yang meruncing di setiap ujungnya dengan sel terluar berbentuk bulan sabit. Sel mempunyai panjang antara 12 µm sampi 25 µm dan lebar antara 3 µm sampai 9µm. Sel muda Scenedesmus sp.. mempunyai kloroplas yang memanjang dan berisi satu oirenoid. Kloroplas pada sel yang sudah tua biasanya mengisi seluruh rongga sel. Setiap sel dalam coenobium mempunyai sebuah inti.
Struktur dinding sel Scenedesmus sp.. tersusun atas lapisan pektin dan selulosa. Struktur selulosa pada dinding sel Scenedesmus sp.. berpotensi cukup besar untuk dijadikan sebagai penangkap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH pada selulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut, dengan demikian selulosa lebih kuat menangkap zat yang bersifat polar.
Scenedesmus sp.. tersebar luas di perairan tawar dan payau, khususnya pada kondisi yang kaya nutrient.

Ø Reproduksi dan Pertumbuhan Scenedesmus dimorphus
Bold dan Wyne (1985) menyatakan bahwa Scenedesmus sp.. berkembang biaksecara aseksual dengan autokoloni (membelah diri). Pembelahan sel terjadi dua kali. Pembelahan pertama berlangsung secara melintang sedangkan pembelahan kedua terjadi secara membujur. Pembelahan akan dilakukan sampay terbentuk empat sel anakan. Pelepasan autokoloni dilakukan dengan cara memecah dinding sel induk, tiap koloni yang dihasilkan mempunyai kemampuan untuk memproduksi autokoloni.
Reproduksi seksual Scenedesmus sp.. terjadi melalui isogami. Koloni Scenedesmus sp.. akan menghasilkan sel gamet biflagel. Sel gamet tersebur akan melebur dan membentuk zigot, kemudian zigot akan membesar dan membelah menjadi 40 sel atau lebih. Sel gamer yang tidak dapat melebur dengan sel gamet lainnya akan mati dan mengalami lisis.

Pertumbuhan Scenedesmus sp.
Scenedesmus sp. merupakan alga hijau yang memiliki karakteristik pertumbuhan secara umum sama dengan alga yang lain. Pertumbuhan Scenedesmus sp.. dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga dalam kultur. Ada empat fase dalam pertumbuhan yaitu:
1.    Fase istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur, populasi tidak menagalami perubahan. Ukuran sel pada umumnya meningkat. Secara fisiologis mikroalga sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2.    Fase logaritmik
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju perutmbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3.    Fase stationer
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandibgkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian, dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah sel relative sama atau seimbang sehinga kepadatan sel tetap.
4.    Fase kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara logaritmik. Penurunan kepadatan sel ditandai dnegan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.

Ø Ekologi Scenedesmus dimorphus
1.      Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis. Di alam dumber cahaya berasal dari matahari yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme autotrof menjadi energi kimia oleh aktivitas klorofil. Intensitas cahaya mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan proses fotosintesis, tetapi tidak selamanya penambahan intensitas cahaya diikuti oleh peningkatan proses fotosintesis. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur Scenedesmus sp. dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5.000 – 10.000 lux untuk volume yang lebih besar. Kisaran intensitas cahaya untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. adalah 500 – 10.000 lux.
2.    Fotoperiodisasi.
Fotoperiodisasi juga berperan dalam pertumbuhan alga. Hal ini terkait dengan lamanya penyinaran, semakin lama waktu penyinaran maka semakin banyak cahaya yang dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Selain itu, fotoperiodisasi juga berpengaruh terhadap penyerapan nutrient. Penyerapan saat fase terang 10-15 kali lebih besar daripada fase gelap. Fotoperiodisasi yang digunakan dalam penelitian Scenedesmus sp.. berbeda-beda. Ada yang melakukan penelitian mengenai morfologi Scenedesmus subspicatus pada medium Bristol dnegan fotoperiodisasi 16 jam terang dan 8 jam gelap, dan ada pula yang menggunakan fotoperiodisasi 15 jam terang dan 9 jam gelap untuk penelitian inokulum Scenedesmus sp. yang ditumbuhkan pada medium Beneck.
3.    Karbondioksida
Karbondioksida merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan sel. Keberadaannya di dalam media kultur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis karena sumber karbon (C) dalam proses fotosintesi diperoleh dari karbondioksia. Penurunan konsentrasi karbondioksida pada media akan menyebabkan penurunan laju fotosintesis yang mempengaruhi pertumbuhan sel. Hal ini dapat diatasi dengan mempertahankan konsentrasi karbondioksida terlarut dalam pengocokan media kultur.
4.    Nutrient
Scenedesmus sp.. membutuhkan unsur-unsur yang diperlukan dalam jumlah cukup besar (elemen makro) yaitu C, H, O, N, P, K, S, Ca, Fe dan Mg, sedangkan unsur-unsur Mn, Bo, Zn, Cu dan Co dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (elemen mikro)
5.    Suhu
Pertumbuhan optimal Scenedesmus sp.. dilakukan pada suhu 31oC sampai 32 oC dengan suhu maksimum 34-36  oC.
6.    Derajat keasaman (pH)
pH yang baik untuk kultur Scenedesmus sp. adalah 7 -8,5.

Ø Kandungan Nutrisi Scenedesmus dimorphus
Berikut adalah perbandingan kadar nutrisi Scenedesmus sp.. yang dikultur pada air tawar dan air payau


 
















Ø Manfaat Scenedesmus dimorphus
Scenedesmus sp. berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai jenis alga yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun pitoplankton. Sebagian fitolankton adalah alga hijau, pigmen klorofil yang dimilikinya aktif melakukan fotosintesis sehingga alga hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan. Peranan Scenedesmus sp.. bagi kehidupan manusia antara lain, digunakan dalam penyelidikan metabolisme di laboratorium. Juga dimanfaatkan sebagai bahan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan bahan makanan. Scenedesmus sp. mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: Produsen primer (penyedia oksigen), Sebagai alternatif bahan pangan bagi astronot, terutama spesies chlorella (karena kandungan chlorelinnya banyak mengandung vitamin E), Sumber pakan alami bagi ikan dan organism air lain (terutama benih), Beberapa diantaranya dibudidayakan sebagai sumber pakan dip anti pembenihan ikan, contoh: chlorella, dunaliella, tetraselmis, dan scenedesmus. Jenis tertentu dimanfatkan sebagai suplemen makanan bagi manusia dan sebagai pengawet makanan, Twtraselmis dan chlorella dikenal sebagai probiotik.

 5. Volvox sp
Ø  Klasifikasi volvox sp
     Menurut Imam (1967), Klasifikasi volvox sp adalah:
Divisio      :    Chlorophyta
Kelas        :    Chlorophyceae
Ordo         :    Volvocales
Familia     :    Volvocaceae
Genus      :    Volvox
Description: C:\Users\user\Documents\pemupukan litrturr\new\volvox.jpgSpesies    :    Volvox  sp.






(Google images, 2014)
Ø  Morfologi (karakteristik)
Menurut Isaka, et al (2012), Spesies Volvox (Volvocaceae, Chlorophyta) unik karena mereka memiliki jembatan sitoplasma yang tebal antara sel-sel somatik dan zigot dinding berduri.
Volvox berbentuk koloni bulat seperti bola, dalam koloninya terdapat sel-sel yang menebal yang berfungsi sebagai alat reproduksi. Volvox yang satu dengan volvox yang lain dihubungkan oleh benang sitoplasma dan memiliki 2 flagel (Indah, 2009).

Ø  Ekologi
Volvox hidup di air tawar misalnya di sawah atau di kolam. Volvox tumbuh baik di badan air eutrofik yang menyediakan segala nutrisi bagi pertumbuhannya. Biasanya akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 20-300C serta dapat berkembang pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8.

Ø  Reproduksi
Menurut Solari, et al (2008), species Volvox, sel reproduksi tidak mengalami pembelahan biner, melainkan, setiap sel reproduksi tumbuh sekitar 2 kali lipat dalam ukuran dan kemudian mengalami proses cepat (dalam dinding sel induk). Sebaliknya, spesies volvox yang lain (mis.,Volvox aureus, Volvox rousseletii) palintomy akan hilang; reproduksi sel mulai sebagai sel flagellated kecil, dan selama perkembangan embrio, sel-sel tumbuh di antara pembelahan sel (pembelahan biner).
Koloni Volvox yang mengandung anak koloni brereproduksi seksual dengan konjugasi sel-sel gamet, dan Reproduksi secara seksual terjadi melalui oogami. Berikut ini proses reproduksi Volvox: Sel-sel tertentu seperti yang membentuk koloni membesar dan berkembang menjadi sel telur. Sperma dihasilkan oleh koloni yang sama atau koloni lain. Selanjutnya sel-sel sperma berenang menuju sel telur dan membuahinya membentuk zigot. Untuk sementara waktu zigot mengalami masa istirahat. Zigot yang bersifat dorman ini memiliki dinding yang tebal dengan ujung tonjolan-tonjolan seperti duri, yang aktif kembali kemudian mengalami meiosis menghasilkan zoospore yang bersifat haploid.


Ø  Nilai nutrisi
Volvox sp mempunyai kandungan cloromatakor, Clorofil A dan B yang mana berfungsi sebagai cadangan makanan utama : karbonat, selain sebagai pakan alami volvox juga berperan Sebagai sumber vitamin dan imunospinullant senyawa yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan, volvox juga merupakan spesies yang sangat berperan sebagai indicator di perairan asam. Jenis Volvox yang digunakan sebagai pakan alami yang penting lagi contohnya adalah volvox Aurens dan Volvox Globotol (Basyori, 2012).


























Daftar Pustaka

Arif, Desilina. 2014. Diktat Teknologi Pakan Ikan. Kementerian Kelautan dan         Perikanan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Waiheru : Ambon
Basyori,faruk.2012.Plankton.http://farukbasyori.blogspot.com/2012/03/plankton.html. diakses pada 11 oktober 2014 pukul 05.59
Cahayaningsih, S. dan Slamet Subyakto. 2009. Kultur masal Scenedesmus sp. sebagai Upaya Penyedia Pakan Rotifera dalam Bentuk Alami maupun Konsentrat. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1 (2): 143-147
Darsi, Radyanti; A. Supriadi; A. D. Sasanti. 2012. Karakteristik Kimiawi dan           Potensi Pemanfaatan Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp. Fishtech.        1(1): 14-25
Endrawati, hadi dan Ita Riniatsih. 2013. Kadar Total Lipid Mikroalga Nannochloropsis oculata yang dikultur dengan suhu yang berbeda. Jurnal Buletin Oseanografi Marina.fpik.undip
Fauziah. 2011. Efektivitas Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) dan Kadmium (Cd)oleh Scenedesmus dimorphus. Skripsi. Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
Imam Prasetyo, Triastono. 1967. Beberapa Genus Alga Air Tawar Sistematika dan Deskripsi (Menurut Gilbert M. Smith). Malang: FMIPA IKIP MALANG.
Indah, Najmi. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI Jember FP MIPA Jurusan Biologi Institut Pertanian Bogor: Bogor
Isaka, Nanako; Hiroko Kawai-Toyooka dan Ryo Matsuzaki. 2012. Description Of Two New Monoecious Spesies Of Volvox Sect. Volvox (Volvocaceae, Chlorophyceae), Based On Comparative Morphology and Moleculer  Phylogeny Of Cultured Material. J. Phycol. 48, 759–767
Liu, Ching-Piao dan Liang-Ping Lin. 2001. Ultrastructural Study And Lipid FormationOf Isochrysis sp. CCMP1324. Botanical Bulletin of Academia Sinica, Vol. 42 : 207 – 214.
Nattasya, G. Yuliani. 2009. Skripsi. Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor
Rusyani, Emy. 2001. Skripsi. Pengaruh Dosis Zeolit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Isochrysis galbana klon Tahiti Skala Laboratorium Dalam Media Komersial. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor
Rusyani, emy. 2012. Manfaat Nannochloropsis sp. Unila . Lampung.
Solari, Cristian A. ; Richard E. Michod and Raymond E. Goldstein. 2008. Volvox Barberi, The Fastest Swimmer Of The Volvocales (Chlorophyceae). J. Phycol. 44, 1395–1398
S, Astrid Tjokorde; B. S. Rahardja; E. D. Masithah. 2013. Pengaruh Konsentrasi    Pupuk Lemna minor Terhadap Populasi Dunaliella salina. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(1): 62-66
Widyaya,fifi.2004. Pendayagunaan Rotifera yang Diberi Pakan Alami Berbagai Jenis Mikroalgae. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Dan Perikanan Indonesia. 11 (1): 23-27
Yanuhar,uun.2009. Pengaruh Pemberian Bahan Aktif Ekstrak Nannochloropsis Oculata Terhadap Kadar Radikal Bebas Pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis) Yang Terinfeksi Bakteri Vibrio alginolyticus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. FPIK.UB.Malang
Yudha, A. Parna. 2008. Senyawa Antibakteri Dari Mikroalga           Dunaliella Sp. Pada Umur Panen Yang Berbeda. Skripsi. FPIK. IPB : Bogor