Anatomi
Reproduksi Udang Windu (Penaeus monodon)
Seperti pada jenis crustacean yang lain
anatomi udang windu (penaeus monodon) terbagi menjadi dua
bagian yaitu gabungan kepala dan dada yang biasa disebut cepalotorax dan gabungan perut dan ekor yang biasa disebut abdomen.
Dari
gambar dibawah dapat dilihat bahwa organ reproduksi eksternal pada udang betina
terdapat satu telikum yang terletak diantara kaki jalan keempat dan kelima,
pada bagian telikum terdapat reseptakel seminar yang berfungsi untuk menyimpan
sperma setelah terjadi kopulasi. Sedangkan pada
organ reproduksi eksternal udang jantan terdapat petasma yang terletak
pada kaki renang dan sepasang apendik masculina yang terletak pada kaki renang
kedua.
Sedangkan organ
reproduksi internal pada udang jantan terdiri dari sepasang testes, sepasang vas deferens dan sepasang terminal
ampul. Sedangkan organ eksternal pada udang betina adalah sepasang ovarium dan
sepasang saluran telur, yang juga membantu dalam proses fertilisasi.
Gambar
1. Alat kelamin jantan (pentasma) dan betina (telikum)
(Novendi, 2001)
(Paula, 1998 dalam Pratiwi, 2008)
Menurut
Pratiwi (2008), bahwa alat kelamin utama disebut gonad terdapat di dalam bagian
cephalotorax. Pada udang jantan dewasa, gonad akan menjadi testis yang
berfungsi sebagai penghasil mani (sperma). Pada udang betina, gonad akan
menjadi indung telur (ovarium), yang berfungsi menghasilkan telur.
Udang jantan dan betina dapat dibedakan
melalui organ reproduksinya. Tanda yang paling mudah dilihat adalah ada
tidaknya telikum yang berfungi untuk menyimpan spermatofore dari udang jantan
ke udang betina.
Proses Spermatogenesis dan Oogenesis
pada Udang Windu (Penaeus monodon)
Proses pembentukan spermatogenesis dan oogenesis pada udang
sebenarnya sama dengan pembentukan spermatogenesis dan oogenesis pada ikan,
perbedaanya sperma pada ikan jantan masuk ke dalam lubang genital pada ikan
betina. Sedangkan pada udang, sperma pada udang jantan disimpan oleh udang
betina pada tellicium, kemudian menyemprotkan telur ke perairan dan sperma juga
lepas dari tellicium yang selanjutnya sperma dan telur mencari pasangannya.
Proses pembentukan spermatogenesis pada udang adalah perkembangan
gamet jantan dari spermatogonium menjadi spermatozoa menjadi dua tahap, yakni
spermatogenesis dan spermiogenesis. Awal spermatogenesis ditandai dengan
berkembangbiaknya spermatogonia melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki
tahap spermatosit primer. Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis, dimulai
dengan kromosom berpasangan, yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid
(4n). satu spermatosit primer tetraploid membentuk dua spermatosit sekunder
menjadi diploid (2n). satu spermatosit sekunder membelah menjadi haploid, yang
biasa disebut sperma.
Sedangkan pembentukan ovari sendiri menurut Noventi (2001)
adalah komponen struktur utama ovari adalah dinding ovary, epithelium folikel,
dan terusan dinding ovari yang meliputi pembuluh darah dan sel-sel otot (Ahmad,
et al., 1988). Oogonia dihasilkan
terus-menerus secara mitosis dari epitalium muda pada masa reproduktif udang
betina (Adiyodi dan Adiyodi, 1970). Oogenia memasuki meosis berubah menjadi
oosit, mulai pembentukan kuning telur yang dikelilingi sel-sel folikular.
Gambar 2. Perkembangan ovari udang windu (Penaeus monodon)
(Noventi, 2001 dalam
Primavera, 1983)
Pada gambar diatas, dapat diketahui bahwa kematangan telur pada
udang khususnya udang windu (Penaeus monodon)
dapat dilihat dari kondisi fisik tubuhnya. Komponen kuning telur pada
crustacean adalah lipoglikoprotein yang sangat padat yang tersusun dari protein
dan karbohidrat, akan tetapi penumpukan kuning telur pada vitolegenesis tahap
pertama sangat lambat dan sangat cepat pada tahap kedua.
Telur udang windu mengandung banyak kuning telur sehingga proses
pembelahan tidak dapat terlihat dengan jelas. Menurut Nurdjana (1986)
memberikan keterangan bahwa pembelahan pertaman membagi isi telur menjadi dua
bagian, pembelahan kedua mebagi menjadi empat bagian, pembelahan selanjutnya
menghasilkan kelompok sel yang menempati rongga sel yang disebut morula. Morula kemudian berkembang menjadi blastula, jika blastula mencapai
63 sel maka bakal nauplius berkembang menjadi grastula yang selanjutnya
grastula berkembang sangat cepat yang membentuk lapisan luar pada mudigah
(bakal nauplius) dan dari kumpulan sel tersebut mudigah terbentuk.
Ovarium yang telah matang akan menghasilkan telur yang banyak.
Telur akan merekat pada ovarium dan terangkai seperti buah anggur yang meluas
sampai ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan, pada waktu kawin akan
dikeluarkan dalam kantung seperti lendir yang dinamakan kantung sperma (spermatophora).
Spermatophora dilekatkan pada thelicum udang betina dan disimpan
terus disana hingga saat peneluran dengan bantuan petasma. Apabila udang betina
bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel sperma akan membuahi
telur di luar badan induknya.
Perilaku udang saat perkawinan
Biasanya pada
udang windu saat akan melakukan proses perkawinan, udang tersebut akan
melakukan pergantian kulit (moulting),
nafsu makan sangat tinggi dan agresif pada udang betina.
Menurut
Primavera (1979) dalam Darwis (2011),
bahwa tingkah laku udang saat perkawinan adalah sebagai berikut:
a. Fase
pertama, udang jantan berenang sejajar dengan udang betina dari dasar sampai
ketinggian 20-30 cm
b. Fase
kedua, udang jantan membalik ke bagian bawah (ventral) pada betina
c. Fase
ketiga, udang membalikkan tubuhnya kembali secara tegak lurus terhadap udang
betina, dan melengkungkan tubuhnya melingkari betina. Kepala dan ekornya
serempak bertemu dan menjepit tubuh udang dengan erat. Kemudian udang jantan
melepaskan diri dari udang betina dan berenang menjauh.
Sedangkan
menurut Baliqu (2011), menyatakan bahwa perkawinan pada udang terjadi sebelum
dan sesudah matahari terbenam, dan terjadi antara 3-16 detik, dapat dirinci
dalam 4 fase, yaitu:
a. Pendekatan:
Biasanya udang jantan secara cepat mendekati udang betina dari samping dengan
berjalan di dasar.
b. Perangkakan:
Setelah mendekati betina dari samping, udang jantan merangkak dengan kepala di
bawah ekor udang betina. Dengan pendekatan tersebut, akibatnya udang bergerak.
c. Pengejaran:
Setelah jantan merangkak di bawah ekor udang betina, udang betina mulai
berenang cepat. Udang jantan kemudian mengejar udang betina dan berenang dengan
posisi pararel. Seekor udang betina bisa dikejar atau diburu oleh dua sampai
tiga udang jantan sekaligus. Udang betina yang telah matang telur akan diburu
lebih sering daripada yang tidak matang telur. Udang betina matang telur
tersebut akan mengeluarkan pheromone pertama yaitu chase-stimulating pheromone yang disalurkan lewat air dan
merangsang udang jantan untuk memburunya. Pheromone kedua adalah malting-stimulating pheromone, yang
dikeluarkan oleh induk betina yang matang telur penuh dan hanya singkat serta
terjadi karena kontak fisik.
d.
Perkawinan atau mating: setelah pengejaran, udang jantan membalikkan tubuh kea rah
ventral udang betina dan mencekeram betina dengan kaki jalan. Posisi ventral
dengan ventral terjadi 1 sampai 2 detik, ketika udang jantan mengeluarkan
spermatophore dari petasma. Spermatophore diletakkan pada telikum betina
setelah mating sempurna.
Setelah terjadi mating, satu atau dua
jam kemudian induk betina akan segera memijah atau spawning. Proses spawning
biasanya sekitar dua menit. Selama itu udang betina berenang perlahan pada
kolom air dan menyemprotkan seluruh telur dari ovary. Selama telur
disemprotkan, udang betina dengan cepat akan mencampur telur dan sperma yang
melekat pada telikum dengan menggunakan kaki renang. Dengan demikian telur akan
terbuahi.
Daftar Pustaka
Darwis, Mauludin. 2011. Dunia Ikan. http://
jeniusfish. blogspot.com/2011/04/fisiologi-udang-windu.html.
diakses pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB
Mahasri, Gunanti., L. Raya., A. S. Mubarak dan B.
Irawan. 2008. Gambaran Patologi Insang dan Kulit Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) yang Terserang
Ciliata Patogen dari Famili Vorticellidae (Zoothamnium
sp.). Berkala Ilmiah Perikanan. Vol. 3(1): 95-103
Noventi, Deasy Mawar. 2001. Penentuan Dosis Optimum
Dopamin Untuk Menunda Pematangan Gonad Induk Udang Windu Afkir. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor: Bogor
Pratiwi, Rianta. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis
Penting. Oseana. Vol. 33 (2): 15-24