Sabtu, 21 Juni 2014

ANATOMI, PROSES SPERMATOGENESIS OOGENEIS, DAN TINGKAH LAKU PERKAWINAN PADA UDANG



ANATOMI, PROSES SPERMATOGENESIS OOGENEIS, DAN TINGKAH LAKU PERKAWINAN PADA UDANG


Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu jenis crustacean yang banyak dipelihara oleh petambak di Indonesia karena komoditas tersebut memberikan banyak keuntungan. Seperti pendapat Mahasri, et al., (2008), udang windu (Penaeus monodon Fab.) merupakan primadona komunitas non migas dari sector perikanan. Usaha budidaya udang ini masih mempunyai prospek yang cerah dan merupakan andalan dari sector perikanan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam budidaya udang antara lain kualitas air, mutu benih, pakan, penerapan teknologi dan penyakit.
Anatomi Reproduksi Udang Windu (Penaeus monodon)
         Seperti pada jenis crustacean yang lain anatomi  udang windu (penaeus monodon) terbagi menjadi dua bagian yaitu gabungan kepala dan dada yang biasa disebut cepalotorax dan gabungan perut dan ekor yang biasa disebut abdomen.
Dari gambar dibawah dapat dilihat bahwa organ reproduksi eksternal pada udang betina terdapat satu telikum yang terletak diantara kaki jalan keempat dan kelima, pada bagian telikum terdapat reseptakel seminar yang berfungsi untuk menyimpan sperma setelah terjadi kopulasi. Sedangkan pada  organ reproduksi eksternal udang jantan terdapat petasma yang terletak pada kaki renang dan sepasang apendik masculina yang terletak pada kaki renang kedua.

Sedangkan organ reproduksi internal pada udang jantan terdiri dari sepasang testes, sepasang vas deferens dan sepasang terminal ampul. Sedangkan organ eksternal pada udang betina adalah sepasang ovarium dan sepasang saluran telur, yang juga membantu dalam proses fertilisasi.

Gambar 1. Alat kelamin jantan (pentasma) dan betina (telikum)






(Novendi, 2001)
           





(Paula, 1998 dalam Pratiwi, 2008)
Menurut Pratiwi (2008), bahwa alat kelamin utama disebut gonad terdapat di dalam bagian cephalotorax. Pada udang jantan dewasa, gonad akan menjadi testis yang berfungsi sebagai penghasil mani (sperma). Pada udang betina, gonad akan menjadi indung telur (ovarium), yang berfungsi menghasilkan telur.
         Udang jantan dan betina dapat dibedakan melalui organ reproduksinya. Tanda yang paling mudah dilihat adalah ada tidaknya telikum yang berfungi untuk menyimpan spermatofore dari udang jantan ke udang betina.
Proses Spermatogenesis dan Oogenesis pada Udang Windu (Penaeus monodon)
Proses pembentukan spermatogenesis dan oogenesis pada udang sebenarnya sama dengan pembentukan spermatogenesis dan oogenesis pada ikan, perbedaanya sperma pada ikan jantan masuk ke dalam lubang genital pada ikan betina. Sedangkan pada udang, sperma pada udang jantan disimpan oleh udang betina pada tellicium, kemudian menyemprotkan telur ke perairan dan sperma juga lepas dari tellicium yang selanjutnya sperma dan telur mencari pasangannya.
Proses pembentukan spermatogenesis pada udang adalah perkembangan gamet jantan dari spermatogonium menjadi spermatozoa menjadi dua tahap, yakni spermatogenesis dan spermiogenesis. Awal spermatogenesis ditandai dengan berkembangbiaknya spermatogonia melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki tahap spermatosit primer. Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis, dimulai dengan kromosom berpasangan, yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid (4n). satu spermatosit primer tetraploid membentuk dua spermatosit sekunder menjadi diploid (2n). satu spermatosit sekunder membelah menjadi haploid, yang biasa disebut sperma.
Sedangkan pembentukan ovari sendiri menurut Noventi (2001) adalah komponen struktur utama ovari adalah dinding ovary, epithelium folikel, dan terusan dinding ovari yang meliputi pembuluh darah dan sel-sel otot (Ahmad, et al., 1988). Oogonia dihasilkan terus-menerus secara mitosis dari epitalium muda pada masa reproduktif udang betina (Adiyodi dan Adiyodi, 1970). Oogenia memasuki meosis berubah menjadi oosit, mulai pembentukan kuning telur yang dikelilingi sel-sel folikular.

Gambar 2. Perkembangan ovari udang windu (Penaeus monodon)













(Noventi, 2001 dalam Primavera, 1983)
Pada gambar diatas, dapat diketahui bahwa kematangan telur pada udang khususnya udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat dari kondisi fisik tubuhnya. Komponen kuning telur pada crustacean adalah lipoglikoprotein yang sangat padat yang tersusun dari protein dan karbohidrat, akan tetapi penumpukan kuning telur pada vitolegenesis tahap pertama sangat lambat dan sangat cepat pada tahap kedua.
Telur udang windu mengandung banyak kuning telur sehingga proses pembelahan tidak dapat terlihat dengan jelas. Menurut Nurdjana (1986) memberikan keterangan bahwa pembelahan pertaman membagi isi telur menjadi dua bagian, pembelahan kedua mebagi menjadi empat bagian, pembelahan selanjutnya menghasilkan kelompok sel yang menempati rongga sel yang disebut morula. Morula kemudian berkembang menjadi blastula, jika blastula mencapai 63 sel maka bakal nauplius berkembang menjadi grastula yang selanjutnya grastula berkembang sangat cepat yang membentuk lapisan luar pada mudigah (bakal nauplius) dan dari kumpulan sel tersebut mudigah terbentuk.
Ovarium yang telah matang akan menghasilkan telur yang banyak. Telur akan merekat pada ovarium dan terangkai seperti buah anggur yang meluas sampai ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan, pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung seperti lendir yang dinamakan kantung sperma (spermatophora). Spermatophora dilekatkan pada thelicum udang betina dan disimpan terus disana hingga saat peneluran dengan bantuan petasma. Apabila udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel sperma akan membuahi telur di luar badan induknya.
Perilaku udang saat perkawinan
Biasanya pada udang windu saat akan melakukan proses perkawinan, udang tersebut akan melakukan pergantian kulit (moulting), nafsu makan sangat tinggi dan agresif pada udang betina.
Menurut Primavera (1979) dalam Darwis (2011), bahwa tingkah laku udang saat perkawinan adalah sebagai berikut:
a.       Fase pertama, udang jantan berenang sejajar dengan udang betina dari dasar sampai ketinggian 20-30 cm
b.      Fase kedua, udang jantan membalik ke bagian bawah (ventral) pada betina
c.       Fase ketiga, udang membalikkan tubuhnya kembali secara tegak lurus terhadap udang betina, dan melengkungkan tubuhnya melingkari betina. Kepala dan ekornya serempak bertemu dan menjepit tubuh udang dengan erat. Kemudian udang jantan melepaskan diri dari udang betina dan berenang menjauh.
Sedangkan menurut Baliqu (2011), menyatakan bahwa perkawinan pada udang terjadi sebelum dan sesudah matahari terbenam, dan terjadi antara 3-16 detik, dapat dirinci dalam 4 fase, yaitu:
a.       Pendekatan: Biasanya udang jantan secara cepat mendekati udang betina dari samping dengan berjalan di dasar.
b.      Perangkakan: Setelah mendekati betina dari samping, udang jantan merangkak dengan kepala di bawah ekor udang betina. Dengan pendekatan tersebut, akibatnya udang bergerak.
c.       Pengejaran: Setelah jantan merangkak di bawah ekor udang betina, udang betina mulai berenang cepat. Udang jantan kemudian mengejar udang betina dan berenang dengan posisi pararel. Seekor udang betina bisa dikejar atau diburu oleh dua sampai tiga udang jantan sekaligus. Udang betina yang telah matang telur akan diburu lebih sering daripada yang tidak matang telur. Udang betina matang telur tersebut akan mengeluarkan pheromone pertama yaitu chase-stimulating pheromone yang disalurkan lewat air dan merangsang udang jantan untuk memburunya. Pheromone kedua adalah malting-stimulating pheromone, yang dikeluarkan oleh induk betina yang matang telur penuh dan hanya singkat serta terjadi karena kontak fisik.
d.      Perkawinan atau mating: setelah pengejaran, udang jantan membalikkan tubuh kea rah ventral udang betina dan mencekeram betina dengan kaki jalan. Posisi ventral dengan ventral terjadi 1 sampai 2 detik, ketika udang jantan mengeluarkan spermatophore dari petasma. Spermatophore diletakkan pada telikum betina setelah mating sempurna.
Setelah terjadi mating, satu atau dua jam kemudian induk betina akan segera memijah atau spawning. Proses spawning biasanya sekitar dua menit. Selama itu udang betina berenang perlahan pada kolom air dan menyemprotkan seluruh telur dari ovary. Selama telur disemprotkan, udang betina dengan cepat akan mencampur telur dan sperma yang melekat pada telikum dengan menggunakan kaki renang. Dengan demikian telur akan terbuahi.



























Daftar Pustaka
Baliqu. 2011. Reproduksi Udang. http://bali-baliqu.blogspot.com/2011/09/reproduksiudang.html diakses pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 11.45
Darwis, Mauludin. 2011. Dunia Ikan. http:// jeniusfish. blogspot.com/2011/04/fisiologi-udang-windu.html. diakses pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB
Mahasri, Gunanti., L. Raya., A. S. Mubarak dan B. Irawan. 2008. Gambaran Patologi Insang dan Kulit Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) yang Terserang Ciliata Patogen dari Famili Vorticellidae (Zoothamnium sp.). Berkala Ilmiah Perikanan. Vol. 3(1): 95-103
Noventi, Deasy Mawar. 2001. Penentuan Dosis Optimum Dopamin Untuk Menunda Pematangan Gonad Induk Udang Windu Afkir. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor: Bogor
Pratiwi, Rianta. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting. Oseana. Vol. 33 (2): 15-24



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar